OPINI - 19 tahun hubungan Mega-SBY renggang. Mega "merasa dikhianati" ketika SBY nyapres 2004. Entah ada pembicaraan atau perjanjian apa diantara mereka berdua. Luka Megawati seperti begitu dalam.
Kalau hanya nyapres, tentu itu hak SBY. Setiap warga negara, termasuk SBY, berhak untuk nyapres. Megawati tidak ada hak melarang, apalagi menghalang-halangi. Saat itu, Magawati meskipun sebagai penguasa, tidak tampak sedikitpun menghalang-halangi SBY. Megawati tidak menekan ketum-ketum parpol untuk menghalangi SBY nyapres. Megawati juga tidak menggunakan aparat untuk kriminalisasi SBY. Megawati pun tidak menggunakan instrumen kekuasaannya untuk mencurangi SBY. Dan akhirnya, Megawati kalah dari SBY dan menerima kekalahannya itu.
Tapi, kenapa hubungan keduanya tampak begitu buruk, bahkan selama 19 tahun? Tanyakan kepada mereka berdua. Ada pembicaraan khusus apa atau perjanjian apa diantara mereka berdua. Atau biarkan saja keduanya menyimpan rahasianya. Suasana batin inilah yang kemudian dinarasikan oleh Hasto Kristianto: PDIP tidak mungkin berkoalisi dengan Demokrat. Hasto paling tahu dan merasakan suasana batin Megawati. Namanya juga sekjen.
Kali ini, luka sejarah itu mencoba diobati. Ah, emang benar begitu? Mega-SBY mau islah? Lupakan semua peristiwa yang pernah terjadi di pilpres 2004? Tidak sesederhana itu!
Ada agenda yang diprakarsai "entah oleh siapa" untuk mempertemukan Puan Maharani dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Tujuannya? Bujuk Demokrat gabung koalisi dengan PDIP. Apa kompensasinya? AHY jadi cawapres Ganjar. Ah, masak?
Pertama, apa untungnya Ganjar ambil AHY sebagai cawapres? Masuknya AHY tidak memberi tambahan elektabilitas secara signifikan bagi Ganjar. Kedua, apakah Megawati setuju AHY jadi cawapres? Kabarnya, Megawati menginginkan cawapres Ganjar dari kalangan ulama. Ketiga, masuknya AHY ke kubu Ganjar akan semakin mendorong Jokowi untuk memperkuat barisan Prabowo, dan hengkang dari Ganjar. Ini akan menjadi kerugian besar bagi PDIP.
Kritik pedas SBY dan AHY terhadap Jokowi dalam beberapa kasus telah menjadi catatan serius bagi Jokowi. Jokowi lahir dan dibesarkan di Jawa. Sebagaimana unumnya orang Jawa, memori tentang siapa kawan dan siapa lawan sangat kuat di kepala. Di kepala Jokowi, siapa SBY dan AHY telah tercatat begitu jelas. Apalagi jika mengingat kembali pilpres 2019 lalu. Apa itu? Tanyakan kepada aktornya.
Dari pertimbangan banyak sudut, hampir tidak mungkin AHY dipinang jadi cawapres Ganjar. Banyak rugi dan risikonya dari pada untungnya. Lalu, apa tujuan dimunculkannya ide AHY cawapres Ganjar? Publik membaca, ini boleh jadi adalah jebakan. Demokrat dijebak agar keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies dan Fenomena Capres 2024
|
Kalau perangkap jebakan ini masuk dan Demokrat keluar dari KPP, maka ada dua keuntungan. Pertama, KPP kehilangan satu partai. Ini akan menyulitkan bagi KPP untuk mencari pengganti Demokrat. Meski tidak secara otomatis menjadi ancaman bagi Anies Baswedan untuk maju sebagai capres. Karena, politik itu dinamis. Masih empat bulan lebih waktu menentukan koalisi. Peluang untuk melengkapi 20% Presidential Threshold akan selalu terbuka.
Kedua, bisa membuat Demokrat jadi gelandangan politik. Masuk koalisi sana sini, mungkin bisa juga diterima. Tapi bergaining powernya akan sangat lemah.
Baca juga:
Tony Rosyid: Semua Sepakat Pemilu 2024
|
Tawaran PDIP ke Demokrat juga bisa menjadi alat tekan Demokrat ke KPP agar AHY ngotot jadi cawapres Anies. Mungkin PDIP memiliki kalkulasi bahwa pasangan Anies-AHY lemah, sehingga perlu didorong untuk maju berpasangan dan lebih mudah dikalahkan.
Kita lihat, apakah Demokrat akan masuk jebakan PDIP?
Jakarta, 14 Juni 2023
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa